Selasa, 02 Oktober 2012


Para ilmuwan mengungkap temuan terbaru di Venus, planet ke dua dari Matahari: salju, meski mungkin terbentuk dari karbon dioksida alias "es kering".

Venus yang namanya diambil dari Dewi Cinta dalam mitologi Yunani, selama ini terkenal dengan atmosfer karbon dioksidanya yang tebal, juga permukaannya yang sepanas oven, membuatnya mendapat julukan sebagai "kembaran jahat" Bumi.

Namun, satelit Venus Express milik Badan Antariksa Eropa (ESA) menjumpai sebuah wilayah mengejutkan di ketinggian atmosfer planet itu, yang cukup dingin untuk membekukan karbon dioksida menjadi es atau salju.

Berdasarkan analisis yang didasarkan pada data observasi selama lima tahun menggunakan Venus Express, ilmuwan menguak lapisan yang sangat dingin, sekitar minus 175 derajat Celcius, di ketinggian atmosfer 125 kilometer di atas permukaan planet.


Lapisan dingin misterius itu bahkan lebih dingin dari bagian atmosfer Bumi, meski Venus lebih dekat dari matahari.  

Temuan tersebut didapatkan dengan cara melihat cahaya dari Matahari yang terserap lapisan atmosfer untuk menguak konsentarasi molekul gas karbon dioksida pada ketinggian bervariasi di sepanjang terminator -- garis pembagi antara sisi siang dan malam planet tersebut.

Berbekal informasi mengenai konsentrasi karbon dioksida, dikombinasikan dengan data tekanan atmosfer pada ketinggian masing-masing, para ilmuwan kemudian bisa menghitung suhunya. "Karena temperatur di beberapa ketinggian ada di bawah titik beku karbon dioksida, kami menduga ada es karbon dioksida yang terbentuk di sana," kata Arnaud Mahieux, ilmuwan dari  Belgian Institute for Space Aeronomy, penulis utama laporan tersebut.

Awan yang terbentuk dari partikel es atau salju karbon dioksida bisa bersifat sangat reflektif, mungkin menimbulkan lapisan yang lebih terang dari rata-rata normal di atmosfer.

"Meskipun Venus Express memang kadang-kadang mengamati daerah yang sangat terang di atmosfer Venus, yang bisa jadi akibat es. Kondisi tersebut bisa juga disebabkan oleh gangguan atmosfer lainnya, jadi kita perlu berhati-hati," kata Dr Mahieux.

Studi ini juga menemukan bahwa lapisan dingin di terminator, terjepit di antara dua lapisan yang relatif hangat.

"Temperatur dari sisi terang yang panas dan malam yang dingin di ketinggian di atas 120 km sangat berbeda, sehingga di terminator berlaku rezim transisi dengan efek yang datang dari kedua sisi."

"Sisi malam dapat memainkan peran yang lebih besar pada suatu ketinggian tertentu dan sisi siang yang mungkin memainkan peran yang lebih besar di ketinggian lain. "

Para ilmuwan masih harus mengkonfirmasi temuan ini dengan memeriksa peran penyusun atmosfer lain, seperti karbon monoksida, nitrogen, dan oksigen, yang lebih dominan dibanding karbon dioksida.

"Temuan ini sangat baru dan kami masih perlu memikirkan dan memahami apa implikasinya," kata HÃ¥kan Svedhem, ilmuwan proyek Venus Express ESA.

Namun, dia menambahkan, temuan tersebut tetap istimewa. "Karena kita tidak melihat profil temperatur yang sama sepanjang terminator di atmosfer Bumi atau Mars, yang memiliki komposisi kimia dan temperatur berbeda.

Sumber

0 komentar:

Posting Komentar

Broken Link ? or Any Request ? left your comment