Selama
ini masyarakat sudah menggunakan teknologi GPS untuk sistem navigasi
darat, udara dan laut dan beberapa orang/perusahaan sudah menerapkan
teknologi GPS + GSM untuk memonitor pergerakan kenderaan mereka yang
lebih dikenal sebagai GPS Tracking. Pada tulisan sebelumnya
saya sudah memaparkan penggunaan GPS dalam upaya mitigasi bencana
erupsi gunungapi yaitu dengan cara mengamati kempang-kempisnya. Berikut
ini coba saya jelaskan sedikit tentang penggunaan GPS dalam upaya
mitigasi bencana gempabumi.
Mekanika Gempabumi
Gempabumi diyakini memiliki siklus perulangan yang dalam bahasa bule dikenal dengan istilah earthquake
cycle. Perulangan gempabumi ini mengindikasi gempabumi yang zaman
dahulu pernah terjadi akan terjadi lagi dimasa yang akan datang. Bentuk analisa perulangan gempabumi bisa dilakukan dengan mempelajari naskah gempabumi zaman dulu, studi terumbu karang microatoll, paleo-tsunami, dan lain-lain. Dalam satu siklus gempa bumi terdapat beberapa mekanisme tahapan terjadinya
gempa bumi, diantaranya yaitu tahapan interseismic, pre-seismic,
co-seismic, dan post-seismic (Natawidjaja, 2004). Sementara itu, bentuk
analisis tahapan gempa bisa tandai dengan adanya deformasi atau
pergerakan lempeng bumi dengan pola tertentu. Deformasi atau pergerakan
lempeng bumi ini bergeraknya sangat lambat sekali (0,5-6 cm/tahun) dan
hanya bisa diamati menggunakan GPS Geodetik. Contoh yang paling dekat
adalah pengamatan deformasi akibat gempa Aceh 2004.
Deformasi Setelah Gempa Aceh 2004
Nagoya University, ITB, BPPT, LIPI
bekerjasama dengan Lab. Geofisika Jurusan Fisika Unsyiah melaksanakan
Survey GPS geodetik di seluruh kawasan Aceh pada bulan Feb-Maret 2005
sampai sekarang. Survey itu dilakukan untuk mengamati perubahan muka
tanah/deformasi setelah gempa besar 2004. Pengukuran dilakukan pada
titik ukur (benchmark) BPN dan Bakosurtanal, hasil pengukuran 2005
dibandingkan dengan hasil pengukuran sebelum 2004 (data BPN dan
Bakosurtanal) sehingga bisa dilihat deformasinya sesuai dengan gambar 1.
Gambar 1. Vektor deformasi Aceh setelah gempa 2004 (Irwan, et al, 2005)
Setelah gempa 2004, kawasan Aceh
bergeser ke arah Barat daya sejauh 0,7 meter – 2,7 meter. Konon katanya
pergerakan ini sangat berguna dalam upaya mitigasi bencana gempabumi,
namun bagaimana caranya?
Lempeng Indo-Australia bergerak dengan
kecepatan 4-5 cm/tahun di bagian Sumatra dan 7 cm/tahun di Jawa dan Bali
(Simmons et al., 2007), bergerakan yang “menyodok” lempeng Eurasia ini
membuat lempeng Eurasia tempat pulau Sumatra duduk terdorong ke utara.
Apabila posisi/koordinat Aceh sudah berada pada koordinat mendekati
sebelum 2004 maka diduga akan terjadi gempa lagi seperti Desember 2004.
Itu sebabnya pengukuran GPS geodetik bisa diaplikasikan dalam upaya
mitigasi bencana gempabumi. Selain upaya mitigasi dengan cara
membandingkan koordinat, nilai pergerakan dari data GPS juga bisa
digunakan untuk menghitung nilai stress (tegangan) dan strain (regangan)
pergerakan lempeung Indo-Australia terhadap Eurasia. Nilai stress dan
strain ini juga bisa digunakan dalam upaya mitigasi bencana gempa bumi.
Apa yang saya jelaskan di atas adalah
upaya-upaya dan pendekatan peneliti kita untuk mengurangi dampak
gempabumi. Dengan banyaknya data pengukuran GPS geodetik ini maka akan
bisa diperkirakan apakah suatu daerah memiliki potensi gempa besar atau
tidak. Kalaupun ada potensi gempa besar, para peneliti gempabumi juga
belum bisa memperkirakan dengan tepat kapan gempa tersebut akan terjadi.
Yang mampu mereka lakukan adalah memprediksi gempa dalam range waktu,
misalkan diduga akan terjadi gempa di suatu kawasan pada tahun 2020 s/d
2070. Kapan tepatnya akan terjadi, belum ada satupun ahli gempa yang
bisa menjawabnya. Jadi kalau ada SMS, BBM dan e-mail tentang prediksi
gempa maka saran saya abaikan saja…
0 komentar:
Posting Komentar
Broken Link ? or Any Request ? left your comment